Ingat Baksil? Babakan Siliwangi adalah wilayah hutan kota yang terletak
di tengah kota Bandung. Karena lokasinya yang strategis, banyak developer real
estate yang ingin mendirikan bangunan komersial di daerah Babakan Siliwangi. Hal
tersebut menyulut banyak tentangan dari berbagai pihak yang menilai
komersialisasi wilayah Babakan Siliwangi akan mengancam kelestariannya sebagai
hutan kota dunia (World City Forest). Aktifis lingkungan, seniman, penggiat
organisasi masyarakat, ahli hukum, dan kalangan lainnya menentang privatisasi
dan komersialisasi ruang terbuka hijau di kawasan Babakan Siliwangi yang kian
menyempit.
Pada akhirnya tangga 20 Mei 2013 warga kota yang tergabung dalam forum
warga peduli Babakan Siliwangi (FWPBS) mengadakan arak-arakan dengan membawa
seng yang sebelumnya digunakan untuk
menutupi Babakan Siliwangi. Lebih dari 7000 orang turut menandatangani petisi
warga yang menentang privatisasi, komersialisasi, dan alih fungsi hutan kota
itu dan pada 27 Juni 2013 pemerintah kota Bandung resmi mencabut izin
mendirikan bangunan (IMB) yang diberikan pada PT. Esa Gemilang Indah (EGI),
perusahaan swasta yang ingin mendirikan restoran di Babakan Siliwangi.
Peristiwa Babakan Siliwangi ini menarik,
karena menjadi bukti bahwa Social Capital ada dan terjadi di masyarakat kita. Saat
banyak dari kita tidak memiliki dana yang cukup untuk membuat sesuatu atau
menentang sesuatu, kita memiliki Social Capital, yang bisa jadi sama kuatnya. Jika
dipupuk dan digunakan secara benar. Sosiolog Pierre Bourdieu dan James Coleman
mendefinisikan Social Capital sebagai Network-based ressource. Coleman menemukan
bahwa social capital dapat terjadi dalam beberapa bentuk:
- Kepercayaan terhadap lingkungan sosial.
- Channel informasi
- Norma dan aturan perilaku
- Organisasi sosial atau organisasi yang
didirikan dengan tujuan tertentu, seperti komunitas di lingkungan RT atau
RW, dapat pula berupa komunitas atau organisasi dalam lingkup yang lebih
luas seperti Regional, kota, nasional, Internasional.
Sedangkan merurut Robert Putnam, seorang pengamat politik yang
memperlebar konsep social capital dan mendefinisikannya sebagai: fitur dari
organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma, dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi dari
organisasi sosial tersebut dengan cara
memfasilitasi aksi yang lebih terkordinir. Menurut Putnam, social
capital dapat menguntungkan baik untuk individu ataupun masyarakat.
Aspek lain yang harus diketahui mengenai social capital adalah perbedaan
antara bonding social capital dan bridging social capital:
Bonding social capital diartikan sebagai ikatan antara sesama anggota
atau bagian dari komunitas yang sama satu dengan yang lain dengan menghargai
perbedaan pada kelas sosial, ras atau etnis, kepercayaan atau karakteristik
sosial lainnya. Seperti yang dilakukan banyak penggiat lingkungan, seni, dll
dari berbagai komunitas yang menentang komersialisasi Babakan Siliwangi.
Sedangkan bridging social capital adalah hubungan yang dibuat oleh
sesama anggota dari komunitas yang tidak sama dengan yang lain namun tetap
menghargai identitas sosialnya masing-masing yang bekerja sama untuk mencapai
tujuan tertentu yang beririsan. Seperti forum warga peduli Babakan Siliwangi
(FWPBS)yang terdiri dari banyak komunitas dengan social capital yang
berbeda-beda. Melakukan bridging untuk mencapai satu tujuan yang sama.
Beberapa keuntungan dari social capital:
- Exclusive Network based resource
Network based resource berisi channel informasi
dimana ide-ide baru dimunculkan, lalu menyebar, dan tidak jarang diadopsi menjadi
nilai-nilai untuk komunitas tersebut. Hal ini tergantung pada bagaimana bonding
dan bridging social capitalnya. Seperti contoh Save Babakan Siliwangi, Network based
resource dalam komunitas tersebut menyebarkan ide bagaimana pentingnya
melindungi hutan kota Baksil, dan menjadi nilai-nilai yang mendukung
pergerakannya.
- Social cohesion
Saat tinggal di masyarakat yang memiliki kesamanaan
social capital, overall sense terhadap keamanan dan kepercayaan tersebut
meningkat dan dapat mengurangi stress, dalam peristiwa Babakan Siliwangi, kini setahun
setelah peristiwa tersebut Baksil menjadi ruang terbuka hijau yang aman dan
nyaman untuk berkomunitas.
- Kemampuan dari satu bagian komunitas untuk
membuat collective action yang lebih besar.
Pada peristiwa Babakan Siliwangi, kemampuan
dari satu orang bagian komunitas dapat menjadi trigger terhadap aksi yang lebih
besar, kolaborasi kota yang menghimpun dirinya dalam forum warga peduli Babakan
Siliwangi (FWPBS) yang tentu saja terdiri dari berbagai macam karakter orang
dan social capital yang berbeda. Namun dapat bersatu berkat bridging social capital
yang memiliki tujuan sama – melindungi hutan kota dunia.
- Informal Social Control
Paling mudah dideskripsikan sebagai “lingkungan
perumahan”. Yaitu kondisi dimana tetangga atau bagian dari komunitas merasa
memiliki tanggung jawab untuk perduli terhadap orang lain, dalam komunitas
sosialnya sama seperti perduli terhadap keluarganya sendiri. Kini Baksil yang
menjadi ruang terbuka hijau dan juga hutan kota dunia telah menjadi semacam
ruangan berkarya bagi masyarakatnya. Sering ada pagelaran atau acara-acara
seperti helarfest, light orchestra Babakan Siliwangi yang diselenggarakan
berdasarkan inisiasi banyak komunitas di kota Bandung. Berbagai komunitas
saling memperhatikan dan menjaga agar Babakan Siliwangi tetap menjadi tempat
yang nyaman dan tidak terjadi komersialisasi kembali.
Baksil Sekarang |
Kesimpulannya, Penyelamatan Hutan Babakan Siliwangi adalah contoh nyata
dari digunakannya Social Capital dalam skala kota, dimana beberapa tokoh dan
komunitas yang merasa berkepentingan untuk menjaga hutan Babakakn Siliwangi
menggunakan kekuatan social capitalnya untuk melakukan bonding dengan cara
melakukan sharing terhadap ide-ide dan kepercayaan bahwa hutan Babakan Siliwangi
harus dilindungi dan melakukakn bridging untuk menghimpun social capital yang
lebih besar dari komunitas lain yang memiliki kepercayaan dan kepentingan sama
atau beririsan. Sehingga pada akhirnya berhasil menghimpun sekitar 7000 orang
untuk bersama-sama menentang komersialisasi dan privatisasi hutan Baksil. Selain
gerakan tersebut, efek dari social capital yang berlangsung hingga kini adalah informal
social control yang diwujudkan dalam kesinambungan dan konsistensi forum warga
peduli Babakan Siliwangi (FWPBS) untuk menjaga hutannya. Dengan membuat tree
walk, dan sering mengadakan acara di daerah hutan Babakan siliwangi. Bahkan ada
akun twitter khusus (@Lebak_Siliwangi) dengan hashtag #UlinBaksil yang menjadi jembatan bagi acara-acara di Babakan Siliwangi tersebut.
Terakhir dari saya, Kota yang kondusif dan nyaman bagi perkembangan
komunitas dapat menjadi inkubator yang baik bagi tumbuhnya social capital.
Source:
SavebabakansiliwangiBloomingrock.com
Islanpress.org
Photo credit:
rumahrizqi.wordpress.com
www.infobdg.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar