Kamis, 26 Juni 2014

Sharing itu Mata Uang Baru



Saya tidak memerlukan bor baru, saya hanya memerlukan lubang di tembok. bagaimana jika saya beli bor bekas yang ada di rumahmu saja, lalu nanti akan saya jual kembali pada orang lain yang juga memerlukan lubang di tembok. Saya menghemat uang dan anda mendapatkan keuntungan. Contoh itu adalah jenis sharing yang paling sederhana dan ternyata dapat menguntungkan. Jadi, apa sharing bisa jadi mata uang yang baru? tidak sepenuhnya benar, tapi itulah yang menjadi konsep dasar dari collaborative economy.

Collaborative economy sekarang menjadi istilah ekonomi yang sedang banyak dibahas. Sayangnya di meja kuliah saya, saya belum pernah mendengar soal ini. Padahal di era dengan kekuatan komunitas seperti sekarang pengetahuan collaborative economy untuk mahasiswa ekonomi mutlak diperlukan. Collaborative economy adalah trend yang merubah cara orang berinteraksi dengan yang lain dalam melakukan komunikasi ataupun transaksi bisnis, dan bisnis model ini juga dianggap lebih sustainable daripada bisnis model traditional. Adalah Jeremiah Owyang, the Chief Catalyst and Founder of Crowd Companies, yang berfokus pada bagaimana perusahaan besar dapat mengambil keuntungan dari collaborative economy. Dia menulis bagaimana teknologi dan internet—seperti social media dan interactive marketing—berpengaruh pada hubungan perusahaan dengan customernya. Blognya “Web Strategy” , menyita banyak perhatian, dan Jeremiah sering dikutip dalam journal-journal seperti The Wall Street Journal, The New York Times, dan USA Today.

Collaborative Economy memungkinkan orang untuk mendapatkan apa yang diperlukan dengan lebih efisien yang dilandasi sharing dan berbasis kepada komunitas, kekuatan Internet, dan Sosial media. Seiring dengan perkembangan internet di seluruh dunia, kita mengalami pergeseran sistem ekonomi dari abad ke 20 menuju ke abad 21 dimana pemasaran perannya sama dengan sharing di komunitas. Collaborative economy sebenarnya sudah mulai merambah masuk ke Indonesia dengan berbagai macam kemasan.  Di indonesia sendiri dilihat dari taxonomy collaborative economy kategori yang paling banyak ditemukan adalah pre owned goods, custom products, dan transportation service. Berikut beberapa contoh yang saya temukan di Indonesia:

  1. Pre owned goods
Satu-satunya kategori yang dapat mengakomodir neo-share dan re-share. Seperti bukalapak.com, olx.co.id, berniaga.com, elevenia.com, lazada.co.id. media-media ini banyak digunakan oleh customer untuk menjual dan membeli barang. Selain menjual barang-barang baru, media diatas juga memungkinkan customer menjual dan membeli barang bekas yang layak pakai, atau dalam collaborative economy disebut re-share.

  1. Custom Products
Pernah membeli sepatu custom di instagram? Atau baju-baju yang gambarnya di tag di facebook? Atau invite dari Olshop? Itu adalah salah satu contoh digunakannya collaborative economy dalam menjual produk-produk custom. Metode collaborative economy tersebut lebih baik dalam menjangkau pelanggan karena pelanggan dapat mencari produk yang mereka inginkan berdasarkan minat, kategori pasar dan daya belinya masing-masing.

  1. Transportation Service
Selain produk, bisnis jasa pun banyak yang mengadopsi keuntungan-keuntungan dari collaborative economy. Seperti @BDGtaxibike yang menawarkan jasa transportasi. Atau kisah paling sukses datang dari @nebengers yang berhasil mengembangkan transportasi berbasis komunitas dengan medium twitter. Nebengers menjadi perangkum atau medium untuk individu yang mencari moda transportasi dengan cara menerbitkan sebuah twit. Twit tersebut dishare oleh nebengers atau dapat dicari menggunakan hashtag, dan jika ada individu lain yang hendak bepergian ke tempat yang sama serta memiliki kursi kosong di kendaraannya, mereka dapat berkomunikasi dan saling berbagi untuk menuju tempat yang sama.  Selain menyelesaikan masalah trasnportasi, metode yang dikembangkan nebengers juga menjadi sarana berkembangnya komunitas. Collaborative economy juga melahirkan banyak pilihan untuk bepergian, seperti jalbers atau EO-EO kecil yang menawarkan paket perjalanan bersama, ide utamanya hampir mirip dengan @nebengers yaitu sharing kendaraan menuju lokasi tertentu atau tujuan tertentu.


Komunitas berperan penting terhadap lahirnya collaborative economy. Karena, komunitas adalah kristalisasi customer dengan minat pasar dan minat pembelian yang diperlukan oleh perusahaan untuk membuat suatu produk. Customer baik secara individu atau sebagai komunitas pada era collaborative economy dapat menjadi penyumbang ide, produk, bahkan saluran distribusi pada suatu perusahaan. Diagram dibawah ini menunjukkan bagaimana customer terlibat dalam era collaborative economy.



Collaborative economy berpengaruh banyak pada hampir semua lini perdagangan dewasa ini, honeycomb berikut merangkum enam point besar dalam collaborative economy yaitu: Uang, Ruang, Barang, Makanan, Service, dan Transportasi. Lengkap dengan sub kelasnya dan contoh perusahaan yang sudah mengakomodir kebutuhan tersebut.



Ada tiga key market forces yang harus diperhatikan dalam menjaga keberlangsungan collaborative economy, pertama adalah Societal Driver yang dipengaruhi oleh meningkatnya populasi penduduk yang menggunakan internet dan memiliki hasrat untuk terhubung dengan yang lain sebagai sarana menjaga keberlangsungan bisnis dan transaksi ekonomi. Economic Driver yang menjadi faktor penggerak ressource dan bisnis. Technology Enabler yang berkaitan dengan penggunaan internet, social media dan teknologi portable untuk menunjang kebutuhan collaborative economic. Sedangkan dari sisi perusahaan, collaborative economy mengembangkan value chain yang dapat di adopsi perusahaan, bagaimana perusahaan berperan sebagai Jasa bagaimana perusahaan memotivasi workplace dan bagaimana collaborative economy menyediakan platform bagi berkembangnya produk baru.

Kesimpulannya, dalam masyarakat dewasa ini, dimana informasi sangat mudah didapat, penjualan terhadap suatu produk atau jasa harus mengikuti perkembangan yang ada. Collaborative economy adalah salah satu contoh perkembangan informasi dan penggunaannya terhadap penjualan. Collaborative economy menunjukkan bagaimana customer mengakses informasi melalui channel komunitas atau channel lain untuk mendapatkan kebutuhannya.

Perkembangan internet dan social media yang semakin kaya juga mengakibatkan demand terhadap produk semakin beragam. Perusahaan sebagai penyedia produk harus peka akan perubahan ini. Perusahaan dapat membangun komunitas dan melibatkan konsumen dalam proses pembuatan produk, penjualan, bahkan distribusi yang dapat menguntungkan dalam dua hal. Pertama: perusahaan dapat mengurangi biaya Research and Design untuk membuat suatu produk yang diinginkan oleh customer. Kedua, perusahaan tidak memerlukan biaya iklan yang terlalu besar karena perannya telah digantikan oleh komunitas. Karena kedua hal tersebut dapat di "out source" kepada customer dan komunitas yang terbentuk dari perusahaan itu sendiri.

Lalu sebagai pengusaha yang baru dan ingin mengadopsi collaborative economy ini, bidang apa saja yang dapat digeluti? menurut Rachel Botsman hampir semua bidang di Redistribusi, Asset dan Service, dan Collaborative Livestyle dapat dijalankan dengan collaborative economy.






Dirangkum dari berbagai sumber.


Next time mari membahas collaborative economy lebih mendalam, berikut dengan contoh dan implikasinya pada perusahaan.

1 komentar: